Saturday, September 27, 2014

Wawancara

Assalamualaikum,

Kali ini saya akan berbagi cerita tentang pengalaman saat mengikuti proses wawancara di sebuah perusahaan swasta. Bermula dari informasi senior tentang adanya wawancara berjalan, di sana dibuka banyak sekali lowongan, salah-satunya sesuai bidang yang saya kuasai. Tidak mudah bagi saya untuk memutuskan mengikuti kegiatan tersebut, karena lokasinya jauh, dana yang saya miliki pun terbatas.

Saat itu saya masih memiliki tanggungan satu angsuran terakhir pinjaman ke bank. Bulan September 2014 ini seharusnya dana cadangan yang dibekukan bank cair dan digunakan untuk pelunasan terakhir. Namun dengan pertibangan selama 7 bulan ini saya idle, proses belajar budidaya lele yang saya jalani sudah selesai, jika akan dikembangkan akan memerlukan biaya yang cukup besar sedangkan saya belum memilikinya, beberapa rekan memerlukan bantuan dana dan saya tidak mampu membantunya, pendidikan terakhir yang saya tempuh pun belum sepenuhnya saya maksimalkan manfaatnya. Akhirnya dengan semua pertimbangan di atas maka saya memohon perlindungan kepada Alloh SWT dari sifat serakah dan keduniawian. Saya niat mengikuti kegiatan tersebut dengan tujuan ibadah.


Berita tentang adanya wawancara berjalan saya terima pada hari Selasa. Hari itu saya hanya melihat-lihat list posisi yang ditawarkan. Malam itu belum saya bicarakan dengan istri tercinta. Hari Rabu kemudian saya mengeutarakan keinginan mengikuti wawancara berjalan, istri saya agak kaget karena selama ini saya sangat berniat untuk berwirausaha. Saya utarakan pertimbangan di atas, istri saya bisa menerima.

Gambar diambil dari Boyolalipos[dot]comUntuk ancang-ancang tempat singgah di Jakarta saya menghubungi adik saya yang sekarang tinggal di Bekasi. Setelah beberapa pertimbangan kapan saya berangkat, akhirnya diputuskan berangkat hari Jumat pagi memakai kereta. Pemesanan online tidak bisa dilakukan karena status di webnya tertera "tersedia" saja, tidak bisa saya booking.

Hari Rabu itu saya mencoba menghubungi beberapa rekan untuk ikut serta mengambil kesempatan tersebut, sebetulnya hanya untuk menambah semangat saja karena dua kali saya mengikuti wawancara berjakan, dua kali pula saya gagal. Namun itu dulu saat saya belum memiliki pengalaman, saat ini semua yang diperlukan sudah ada, tinggal niatnya saja.

Hari itu saya cetak print dan copy semua dokumen yang diperlukan, sambil browsing trik menghadapi pertanyaan pewawancara yang mungkin diluar jalur yang saya kuasai. Rencananya besok Kamis mempersiapkan materi yang berhubungan dengan teknis dan sekalian mencari tiket. Jadi besok malam masih bisa meluruskan badan di rumah.

Hari Kamis agak siang saya mencari tiket. Pertama saya cari bis dulu. Saya memang agak ndeso, cari-cari ke agen bus ternama tanya bus yang berangkat pagi, ternyata mereka spesialis bus malam. Waduh.. kemudian saya browsing untuk melihat ketersediaan tiket kereta. Ternyata kursi kosong sudah habis. Dengan terpaksa saya memesan bus malam yang berangkat Kamis malam itu. Semua persiapan perlengkapan dipercepat agar nanti bisa berangkat tepat waktu. Uang tabungan saya kuras, saya ambil sebagian untuk bekal di Jakarta, sebagian untuk uang belanja di rumah. Saya siapkan bekal sepas-pasnya, hanya cukup untuk pergi dan pulang saja, tidak saya siapkan untuk pengeluaran diluar dugaan.

Malam itu saya berangkat dengan bertawakal kepada Alloh SWT, yang Maha Mengatur, Maha Memiliki setip hanba-hambaNya. Malam itu adalah perjalanan pertama saya dari Semarang ke Bekasi. Saya belum tahu nanti akan berhenti di mana dan kemudian harus naik angkutan apa untuk bisa sampai ke tempat adik saya.


Hari Jumat jam 6 pagi saya sudah sampai di pemberhentian bus di Bekasi. Saya bingung mau kemana lagi, tanya adik diminta ambil jurusan ke terminal bayangan Jatibening yang jalurnya ke arah tol. Saya bingung tol itu jalurnya dari tempat saya berdiri atau di sebrang jalan. Walaupun dulu saya pernah menjelajah area ini, namun saya tetap disorientasi Tanya orang yang sedang nunggu angkutan diminta naik bus M warna H. Bus disana banyak sekali, warnanya tidak jauh berbeda pula. Setelah di tunggu 10 menit akhirnya bis datang juga. Naiklah saya sambil mata tetap celingak-celinguk mencari tahu lokasi nanti saya berhenti.

Setelah sampai di terminal bayangan saya masih harus bertanya kemana saya bisa keluar dari terminal ini. Diberitahu petugas terminal, saya pun bergegas mengikuti petunjuknya. Sampai keluar terminal saya masih kebingungan. Ke arah mana tempat adik saya itu, sampai ditawarin bang ojek. Karena kondisi dana mepet, terpaksa menolak tawarannya. Dengan arahan adik saya akhirnya menemukann jalan masuknya. Ah.. saya bisa menikmati sarapan nasi uduk dulu.

Di sana ksaya ketemu keponakan yang semenjak lahir saya belum menemuinya. Senangnya bermain dengan keponakan saya, rasanya saya punya putri ke dua.

Pagi itu saya masih ingin beristirahat, meluruskan kaki karena tadi malam tidurnya tidak terlalu nyenyak. Tidur posisi duduk dengan suhu AC yang teramat sangat dingin semalaman membuat saya kurang nyaman. Tak berapa lama saya ketiduran.

Jam 9 pagi itu tiba-tiba telepon bunyi, yang manggil kantor tempat tujuan saya melamar. Lho koq bisa? Saya belum memasukkan lamaran tapi sudah ditelepon? Sang penelepon memberikan undangan untuk bisa mengikuti wawancara hari Senin minggu depan. Ternyata sebelumnya saya pernah mengajukan lamaran ke perusahaan tersebut dengan departemen yang berbeda namun baru bisa diproses sekarang. Saya bilang saya ada di Bekasi, mungkin siang ini saya bisa ke Jakarta.
Gambar diambil dari Ciricara[dot]com
Dengan persiapan yang serba terbatas saya meluncur ke Jakarta. Ikut wawancara, namun hasilnya tidak sesuai harapan karena pertanyaan yang diajukan diluar kemampuan saya. Saya diminta nunggu hasil oleh pewawancara.

Selama proses itu terjadi kejadian menggelikan. Sepatu yang saya pakai solnya jebol kiri-kanan, saya coba tambal sementara dengan lem namun masih tetap tidak bisa rapat. Sabuk yang saya pakai, besi kepalanya patah, jadi hanya mencantol saja, jika saya banyak bergerak pasti akan jatuh. Resleting tas saya juga terlepas, sehingga dengan terpasksa membeli peniti untuk menutupnya. Saya bertanya-tanya apakah ini tandanya saya harus meninggalkan Jakarta secepatnya? Atapi tujuan saya ke Jakarta bukan untuk mengikuti wawancara hari Jumat ini, namun hari Sabtunya.

Di sana saya bertemu beberapa senior saya di tempat saya dulu bekerja. Menawarkan bila ingin menginap untuk pulang Sabtu bisa di tempat dia, sekalian dia memberi tiket kereta yang rencananya akan dia pakai namun keberangkatannya diundur.

Saya berfikri-fikir, sebaikya ketempat adik dulu untuk ambil pakaian yang saya tinggalkan tadi pagi, kemudian kembali ke tempat kost senior saya untuk menumpang menginap dan berangkat esok harinya. Kesempatan wawancara berjalan akan saya tinggalkan karena saya sudah mengikuti wawancara Jumat ini, lagi pula sepatu saya sudah tidak bisa dipakai lagi karena rusak. Saat pulang dijemput adik pun saya memakai sandal jepit yang saya beli di kaki lima.

Setelah menikmati makan malam yang disediakan keluarga adik saya pamit untuk kembali ke Jakarta untk menginap di senior saya. Karena tiket kereta yang akan diberikan harganya lebih murah daripada tiket bus. Lumayan bisa irit ongkos. Ternyata rencana tersebut bukan jalan saya, bus kota yang saya tunggu tidak kunjung datang. Artinya saya harus menginap di tempat adik. Saya kembali dan beristirahat. Saya rubah rencananya, sambil mengisi waktu menunggu keberangkatan bus ke Semarang saya akan mengikuti wawancara berjalan.


Sabtu pagi saya masih kekurangan dokumen, karena dokumen yang saya bawa sudah saya berikan waktu wawancara Jumat kemarin. Saya tunggu sampai jam 8 pagi baru ada fotocopy dan rental yang buka. Aduh.. apa saya bisa sampai Jakarta jam 9 ya? Saat itu saya dalam antrian untuk prin dokumen yang mana orang yang di depan saya sedang kebingungan membuka email untuk print datanya dia. Dag.. dug.. dag.. dug.. tenang.. tenang.. Sepuluh menit baru dia bisa menyelesaikan print yang hanya 1 halaman. Waktu itu berharap bisa menyela dulu, karena data untuk saya print sudah tidak perlu diedit. Namun roman muka orang tersebut seperti tidak mau diganggu. Ya semuanya saya pasrahkan kepada Alloh SWT, Dia yang menggerakan setiap makhluk di muka bumi ini.

Jam 8.30 saya baru bisa berangkat dari tempat adik dengan meminjam sepatunya. Tepat jam 9 saya sudah sampai di gedung tempat saya akan menjalani wawancara. Syukurlah saya sudah mengusahakan yang saya bisa.

Di gedung itu buanyaaaaakkkk sekali pelamar. Saya pikir ini informasinya secara internal atau mamang dipublish ya? Koq banyak sekali yang datang? Saya hampir memutuskan untuk pergi meninggalkan gedung itu, karena saking banyaknya pelamar, persentase kemungkinan saya diterima sangat kecil.

Kejadian berikut adalah pemutar balik. Saya melihat rekan saya satu perusahaan dulu tengah mengantri. Saya dekati, ternyata di antrian tersebut ada sekitar 10 orang yang saya kenali. Alhamdulillah akhirnya ada teman. Saya tidak jadi bengonnya hehehe...

Saking kangennya saya sama rekan-rekan, sampai saya tidak mempedulikan antrian yang begitu bejubel. Kami memisahkan diri dari antrian dan bercerita panjang lebar sambil melepas jenuh. Lagi pula lebih cerdik menunggu antrian dengan santai daripada harus berdiri, sama saja nanti juga akan bisa memasuki ruang wawancara. Saya sendiri agak santai karena hari sebelunya sudah mengikuti wawancara jadi masih ada harapan.

Jam 12 saya dan rekan-rekan mulai merapat ke barisan antrian yang mulai kosong. Di tengah antrian tiba-tiba posisi yang saya lamar disebutkan, langsunsg saja saya masuk ruangan dan memberikan berkas.

Tahap pertama wawancara berjalan sangat lancar, selain pernah bertemu dengan pewawancara waat kerja dulu, pertanyaan yang diberikan pun merupakan materi yang saya pahami. Tahap pertama saya lolos dan diminta menunggu untuk proses wawancara tahap 2 setelah istirahat siang.

Selama istirahat setelah shalat Duhur saya bertemu junior saya saat sekolah. Bercerita sana-sini sambil melangkah kembali ke gedung tempat wawancara berlangsung.

Tak saya kira ternyata pelamar yang antri yang belum mengikuti wawancara tahap 1 masih banyak. Saya langsung masuk ruangan saja karena tadi diminta meunggu di ruanga tersebut. Di sana ada beberapa rekan yang menunggu juga.

Tak lama nama saya dipanggil, pada tahap kedua ini saya ditanya tentang keseharian, saya menjawab dengan lugas. Tahap ini saya lolos juga. Pewawancaranya saat itu adalah supervisor departemen yang saya lamar. Saya ditanya akan kemana setelah ini, saya bilang saya harus mengejar bus yang akan berangkat sore ini. Mendengan jawaban saya, beliau langsung memberi prioritas dengan mencarikan HR untuk saya.

Tahapan wawancara dengan HR pun berlangsung sangat cepat karena memang saya mengejar waktu. Setelah mengisi aplikasi lamaran saya langsung meluncur ke Bekasi. Jam menunjukan jam 15.40 saat itu. Apakah saya bisa sampai agen tepat waktu? Saya harus berjalan melewati jembatan penyebrangan, menunggu bus kotanya. Kalau saya masukkan pikiran pasti akan sangat pusing, karena saya sudah tidak memegang uang untuk membeli tiket lagi bila busnya sudah berangkat. Saya hanya pasrah saja, semua usaha sudah saya jalani, sekarang saya pasrahkan semuanya pada Alloh SWT.

Jam 16.00 bus kota arah Bekasi datang. Bus melaju diantara macetnya Jakarta. Perkiraan saya 1 jam mungkin baru sampai ke Bekasi, artinya saya nanti terlambat 30 menit dari jadwal keberangkatan yang seharusnya jam 16.30. Itu artinya pula saya harus bisa memutar otak untuk mendapatkan uang membeli tiket baru yang pastinya berangkat besok malam. Ya Alloh... apakah saya harus kehilangan satu hari di sini?


Alloh yang telah mengatur semuanya. Jam 16.28 bus tiba di pintu tol Bekasi Barat. Tepat setelah pak sopir membayar tiket tol saya minta untuk bisa turun karena saya melihat antrian yang begitu panjangnya. Tidak memungkinkan untuk hanya duduk di dalam bus menunggu sampai tujuan. Dari pintu keluar tol yang dipenuhi mobil yang mengantri saya berlari. Akhirnya dengan nafas turun naik saya bisa sampai agen bus jam 16.30. Di sana saya bertemu adik saya yang sudah membawakan pakaian saya dan memberikan bekal untuk perjalanan ke Semarang. Sepatu yang saya pinjam saya kembalikan. Saya pamitan sama adik dan naik bus.

Mungkin karena pekerjaan yang terburu-buru adalah pekerjaan syaitan, usaha saya berlari ternyata sia-sia, bis baru berangkat jam 17.30. Satu jam setelah saya memasuki pintu bis. Ini jadi pelajaran untuk saya.

Gambar diambil dari Starfish7-koga[dot]blogspot[dot]comJam 3.00 pagi bus yang saya tumpangi sampai di Semarang, saya bingung mau nunggu jemputan di mana. Karena jam 3 pagi di Semarang masih rawan dengan ulah perampas. Bukan saya hendak menakuti, namun berita yang saya baca di koran pagi, selalu ada saja perampasan yang dilakukan saat dini hari di jalanan. Semoga pak Polisi senantiasa dapat menjalankan tugas patroli dengan kelancaran agar masyarakat bisa terlindungi. Amin.

Saya berinisatif menunggu di pom bensin terdekat. Setelah shalat subuh saya dijemput. Alhamdulillah, luar biasa rasanya bisa kembali ke kehangatan keluarga setelah perjalanan yang "sesuatu banget".

Hari ini dua minggu setelah perjalanan di atas saya mendapat kabar baik, usaha saya tidak sia-sia. Proses lamaran saya sudah mencapai 90%, sudah negosiasi tentang masalah gaji dan tinggal menunggu satu tahap terakhir. Insya Alloh bila diperkenankan saya mulai bisa bekerja awal bulan depan. Insya Alloh niat bekerja untuk menjalankan ibadah kepadaNya.

Semoga pembaca artikel ini mendapat hikmah dari apa yang saya tulis. Terimakasih. Salam.

Tuesday, May 27, 2014

Menjadi Juragan

Petani
Alloh SWT adalah sebaik-baiknya penolong. Alhamdulillah, itu kata syukur yang sering saya ucap. Ternyata apa yang pernah dijalani baik itu susah atau senang adalah pondasi pembentuk mental. Saya bersyukur sewaktu kecil pernah menjalani kehidupan bersama kakek/nenek di desa walau hanya sebentar. Secara tidak disadari, apa yang pernah dilihat dan dicoba waktu itu adalah bagian dari ilmu yang bisa dipakai sampai sekarang.
 
Kakek dan nenek dari ibu saya adalah petani, walau oleh masyarakat sekitar beliau dihormati juga sebagai mantri kesehatan. Kehidupan di desa cukup sederhana, cukup dengan memiliki sawah, kolam ikan dan kebun bisa untuk menghidupi keluarga beliau.
 
Bagi masyarakat perkotaan sekarang, sawah, kolam ikan dan kebun malah kebanyakan dimiliki oleh masyarakat lapisan atas. Karena sebagian besar masyarakat di kota adalah pegawai dan pendapatan bulanannya menurut perkiraan saya akan sangat cukup untuk kehidupan sehari-hari, sekolah anak dan sedikit tabungan, namun tidak akan cukup untuk bisa membeli kebun, kolam atau sawah. Bahkan hanya sebagian kecil dari pegawai yang mampu memiliki rumah dan kendaraan roda empat, itu pun pasti dengan upaya yang sangat keras dan dalam posisi jabatas di level atas.

 
Pendapatan terakhir bulanan di tempat saya bekerja berkisar 12 juta rupiah. Itu cukup untuk kebutuhan sandang dan pangan, namun saya tidak bisa memenuhi kebutuhan papan keluarga kecil saya. Bahkan yang membuat saya malu adalah saya tidak bisa menyisihkan sebagian pendapatan saya untuk keluarga ibu & bapak di kota kelahiran.
 
Rekan SejawatBulan Juli 2013 sampai Januari 2014 adalah masa terberat dalam kehidupan kerja saya selain tiga bulan pertama kerja awal tahun 2009 lalu. Awal bulan Juli 2013 adalah masa runtuhnya kepercayaan diri dimana saat itu rekan-rekan sejawat saya tergerus pemutusan kerja gelombang 1. Owner perusahaan saya bekerja sudah tidak mau lagi menerima project instalasi radio seluler. Salama 4 tahun saya bekerja, pertanyaan tentang masalah yang saya hadapi dalam pekerjaan bisa dihitung jari, toh saya menempuh kuliah dibidang yang sesuai, sinkronisasi terhadap masalah teknis tidak terlalu sulit. Saya jarang bertanya. Sesulit apapun itu, saya coba pecahkan sesuai keilmuan yang saya dapat. Namun saat pemutusan kerja gelombang 1 terjadi, lemas rasanya, sirna rasa kepercayaan diri. Seminggu pertama setelah gelombang 1 saya sering melamun. Baru saya sadari, yang membuat percaya diri dalam pekerjaan adalah adanya sahabat, bukan kemampuan teknikal. Saat sahabat menghilang, sehebat apapun kemampuan yang dimiliki tidak ada artinya.
 
Bulan Oktober 2013 terjadi pemutusan kerja gelombang 2. Saat itu arah kemana perusahaan saya melangkah sudah berubah total. Awal bulan itu saya diikutkan dalam training wirausaha budidaya lele oleh perusahaan. Saat itu pula tawaran pekerjaan telekomunikasi di tempat lain berdatangan dengan gaji yang fantastis, gaji pokok senilai pendapatan bulanan terdahulu. Saya bimbang, berkonsultasi dengan istri, saya kemudian diminta berkonsultasi dengan Alloh SWT melalui shalat istikharoh. Saya meminta kemantapan hati. Akhirnya dengan pertimbangan saya bisa tinggal di Semarang saya mengajukan untuk mencari lokasi budidaya lele di Semarang. Boss saya menyetujui. Ada 20 lokasi yang saya dapat dengan harga minim. Namun ternyata kesemua data lokasi yang saya serahkan tidak ada yang diminati oleh boss.
Tukang Cat
Bulan Desember 2013 pekerjaan saya benar-benar berbalik arah 180°. Masih bekerja di perusahaan yang sama namun dengan jobdesc diluar teknik, saya dipaksa menjadi tukang. Kenapa saya bilang dipaksa? Saya masih ingat tahun 2010 saya mengikuti meeting review jobdesc setiap level. Setiap orang ditanya apa jobdescnya, yang bertanya adalah General Manager (GM) area timur. Saat pertanyaan diajukan terhadap engineer, beragam jawaban yang dilontarkan, semua jawabannya berhubungan dengan teknik telekomunikasi, dan semua jawaban tersebut diiyakan oleh GM saya. Sebenarnya saya sendiri sudah lupa jobdesc yang saya tandatangani di atas kertas kontrak. Namun jika ada pekerjaan diluar jobdesc pasti kena omel, PMnya bilang "Itu bukan pekerjaan Anda sebagai engineer, itu pekerjaan instalasi. Jangan ikut-ikutan mengerjakan pekerjaan instalasi!". Itu yang saya alami di bulan pertama bekerja. Tidak ada yang bertanya apa konpensasinya jika suatu saat nanti tiba-tiba seorang PM, Engineer, Instalasi, atau Admin diminta untuk mencangkul tanah, mengecat, atau membangun rumah yang semua itu tidak ada dalam wawancara dan kontrak kerja. Apakah saya harus mengomeli pimpinan saya juga?
 

Kolam Terpal
Bulan Januari 2014 adalah masa batas kesabaran saya, saya mengajukan dimasukkan dalam pemutusan kerja gelombang 3. Permintaan saya disetujui. Karyawan terakhir di kantor tersisa 2 orang, seorang admin dan driver. Sejak saat itu saya mulai membuat kolam di rumah. Ada 6 kolam terpal yang saya buat. Berdasar hasil training budidaya lele dikombinasikan ilmu bertanya sana-sini maka didapatlah ramuan yang menurut saya cocok untuk kolam terpal. Jatuh bangun dalam perjalanannya, terkadang putus asa, namun alhamdulillah Alloh SWT memberikan akal kepada manusia, itu yang mematahkan keputusasaan. Berbekal olah pikiran yang dibiasakan saat sekolah, pencapaian target yang dituntut saat masih bekerja, pengalaman kemadirian saat masih di lingkungan kakek. Itu semua saya pegang erat.
 
Setelah tiga bulan diajari "si kumis", akhirnya saya memperoleh pengetahuan tentang rekayasa pakan, rekayasa lingkungan, dan rekayasa air agar si kumis betah dan sehat di kolam saya. Namun cobaan tidak tiba-tiba menghilang begitu saja. Muncul gosip-gosip kurang menyenangkan di lingkungan rumah. Air kolam saya mencemari comberan, menimbulkan bau. Ketua RT menyarankan agar pemeliharaannya lebih memperhatikan kebersihan lingkungan. Apa daya, memang air kolam saya bau dan sudah saatnya panen. Saya cari info kemana nanti si kumis akan berpindah tangan. Maka bertemulah dengan pak Nur. Saya ditanya apakah setelah dipanen mau memasukkan bibit baru? Saya jawab lingkungan rumah saya tidak memungkinkan. Mungkin nanti kolam terpal saya dijadikan tempat tumbuh tanaman air hias atau sayuran hidroponik. Pak Nur kemudian meninjau kolam ikan saya, beliau terkesan dan memberikan solusi. Jika saya masih ingin mendalami budidaya lele, maka boleh bergabung bersama dia. Akan diajarkan cara budidaya lele dari penetasan sampai pembesaran dikolam yang sebenarnya.

Serasa mendapat durian runtuh, saya langsung mengiyakan. Kemudian saya diajak meninjau beberapa kolam peliharaan beliau dan kolam yang dimiliki murid-murid beliau terdahulu. Seperti bensin tersambar api, semangat saya menggebu-gebu. Saya diajarkan mendangarkan nasihat murid-muridnya siapa tahu ada metode baru dalam pemeliharaan lele.


Pelajaran pertama saya adalah panen lele di kolam besar. Dengan ukuran lele 3x ukuran lele peliharaan saya saya diajarkan panen menggunakan metode sisir. Metodenya cukup efektif walaupun menurut saya masih konvensional.

Pelajaran kedua adalam mempersiapkan kolam penetasan telur dari indukan. Saya diajarkan tentang kebersihan kolam dan kualitas air. Saya dipersilahkan memakai ijuk milik beliau untuk dijadikan kakaban. Saya buat 5 kakaban paranet dan 3 kakaban ijuk, pembuatan kakaban itu saya lakukan dari pagi hingga subuh. Setelah selesai senang rasanya, usai shalat Subuh langsung tidur pulas.
 
Siangnya saya memperbaiki kolam terpal saya antisipasi dari panas berlebih dan air hujan. Keesokan harinya saya kembali menemui pak Nur. Beliau meminta saya untuk mempelajari pemeliharaan cacing sutra. Itu akan membantu saat stok cacing sutra dari pedangan sedang kosong.

Pak Nur sempat mengutarakan kekhawatiran beliau tentang keamanan kolam pembesaran, karena beliau sempat kehilangan genset dan ikan peliharaan. Saya cek kembali lokasi kolam tersebut, saya telusuri sisi mana yang menjadi celah. Kemudian saya menyarankan menggunakan sensor dan diadakan penjagaan bergilir. Beliau antusias dengan ide saya. Saya kemudian merakit sensor cahaya menggunakan media laser, saya coba diterapkan di rumah, berhasil.

Akhirnya masa-masa menuju pembenihan mulai dekat, insya Alloh esok hari Semoga apa yang telah dipelajari, apa yang terlihat, terdengar dan terpikir bisa menjadi manfaat. Berikut kolam-kolam yang menjadi referensi saya.
 
Kolam Balai Benih Siwarak
Kolam Balai Benih Siwarak
Kolam Balai Benih Siwarak
Kolam Balai Benih Siwarak
Kolam Balai Benih Siwarak
Kolam Balai Benih Siwarak
Kolam pak Nanang
Kolam Tembok Pak Nanang
Kolam Dempel Lor
Kolam Rawa Dempel Lor
 

Sunday, March 16, 2014

Curhat: Elektronika

   
Saya ingin bertemu sahabat saya kembali, kami bertetangga satu RW. Saya bersahabat dekat dengannya saat masuk masa SMP. Kerinduan saya ini tak lepas dari apa yang telah saya jalani selama 5 tahun terakhir ini.

Elektronika, itulah ilmu yang saya dapat dari sahabat saya. Sebenarnya keingintahuan saya terhadap elektronika sudah ada sedari saya masih bersekolah di SD, saat itu sekitar tahun 1994-1995an. Bermula dari mainan tamiya, dari situ saya mengenal adanya medan elektro magnetika (EMF). Bahkan saya dulu berpikir jika lilitan tembaga yang disusun sedemikian rupa dapat memperkuat sinyal televisi di rumah kakek saya. Karena waktu itu jenis kabel yang dipakai untuk antenna adalah tipe balance, maka apa yang saya pikirkan tentu saja tidak akan bisa diaplikasikan saat itu.

Masih saat saya di usia SD, saat itu juga saya belajar mengenal apa yang disebut konduktor. Apa yang saya temukan saat itu merupakan hal yang tidak disengaja. Saat itu saya mencoba menghidupkan mainan tamiya dengan satu baterai. Jika dudukan baterai ada dua, sedangkan baterai yang saya punya hanya ada satu, bagaimana saya bisa menghidupkan mainan saya? Saya coba mengikatkan kawat berselubung pada terminal baterai kosong, menghubungkan posisi terminal kutub (+) dan terminal kutub (-). Ternyata mainan saya bisa hidup, walaupun input power hanya 1.5 volt saja. Namun dengan input sebesar itu tentu saja tidak bisa dipakai untuk perlombaan. Setidaknya suatu kebanggaan buat saya di usia itu.


Pernah suatu ketika saya dan teman-teman sekelas mendapat tugas kelompok dari guru SD untuk merangkai perangkat elektronika sederhana. Bahan yang dipakai saat itu adalah kayu, baterai, kabel dan lampu. Saya pikir jika hanya menghubungkan baterai, kabel, dan lampu apa susahnya? Yang menjadi tantangan saya adalah bagaimana menyajikan rangkaian tersebut menjadi sesuatu yang menarik. Saya berkreasi dengan membentuk rangkaian menjadi bentuk lokomotif 2 dimensi. Dimana baterai saya susun seperti roda kereta api, kabel saya bentuk menyerupai rangka lokomotif, dan lampu saya letakkan di tempat cerobong kereta api mengeluarkan asap. Maka jadilah bentuk kereta api 2 dimensi. Saking bangganya saya sampai membawa hasil karya saya ke rumah teman sekelompok saya jalan kaki yang jaraknya berkisar 1/2 km. Sesampai rumahnya kebetulan teman saya itu mengikuti sekolah TPA sore. Tidak jadi deh pamernya.. hiks..

Besoknya saat presentasi di kelas saya jalaskan apa yang saya buat, mengapa saya membentuknya seperti kereta api, dan sebagainya. Bisa ditebak, kelompok saya mendapat nilai sempurna! Sekarang saya baru menyadari apa yang saya lakukan waktu itu masih saya lakukan saat ini. Kesempurnaan, itu yang selalu saya jaga.

Saat memasuki usai SMP saya mengenal lebih banyak teman di luar sekolah. Banyak hal pula yang saya dapat. Pernah suatu ketika saya dibuat penasaran dengan kotak pensil yang saya punya. Jika kotak pensil saya buka, akan mengeluarkan bunyi. Jika saya tutup, bunyinya menghilang padahal tidak ada tombol atau saklar di sekitarnya. Akhirnya saya bongkar, ternyata ada komponen elektronik dengan sensor cahaya di dalamnya. Unik juga (menurut saya waktu itu)! Saya copot rangkaiannya, saya tempatkan sensor cahaya di dekat lampu kamar. Saat malam biasanya lampu kamar saya matikan, jika waktu sudah pagi ibu saya selalu menghidupkan lampunya. Tentunya jika saat bangun terdengar musik, apalagi sumber musiknya dari modifikasi yang saya buat, makin semangat bagi saya untuk bangun pagi.

Aplikasi sensor saya terapkan saat kost di Bandung sewaktu sekolah SMU. Saya pernah kehilangan rice cooker di tempat kost saya. Kunci pintu depan tidak rusak, bahkan saat saya kembali dari sekolah, pintu depan dalam keadaan terkunci. Saya curiga penghuni kost yang lama masih menyimpan kunci duplikat sehingga bisa leluasa masuk. Saya terpikir untuk ganti kunci, namun saya masih penasaran dengan orang yang berani mencuri tersebut. Akhirnya saya buat perangkat alarm dengan sensor switch di pintu depan, pintu samping juga pintu kamar. Artinya jika si maling masuk dari depan atau samping maka alarm akan bunyi sangat keras. Jika sensor pertama dilumpuhkan, maka sensor di pintu kamar yang jadi pertahanan terakhir, ini menjaga saya jika saya beristirahat saat malam. Ternyata sensor saya berguna. Saat saya lagi di sekolah kata tetangga ada bunyi keras di tempat kost saya, si maling akhirnya mengurungkan niatnya mencuri. Sejak saat itu sampai saya lulus SMU saya tidak lagi diganggu si maling.


Kembali ke masa SMP dimana saya mulai mengenal rangkaian elektronika. Melalui sahabat saya, saya belajar merangkai perangkat elektronik sederhana yang mana PCB yang sudah dicetak pabrikan saya beli di toko beserta komponennya. Waktu itu sekolah saya belum ada pelajaran extra tentang elektronika. Beberapa perangkat sudah saya rangkai, dari radio, amplifier, walky talky, radio genggam dengan media kawat, alarm bell, DC adaptor. Pokoknya waktu itu terasa menyenangkan. Saya hanya belajar prinsip-prinsip dasar, untuk tingkat lanjutnya tidak saya tekuni. Karena sudah terbiasa dengan rakit-merakit, saya diminta pembina pramuka mengajari anggota junior merakit sebuah radio. Bagi saya yang terbiasa rasanya mudah, namun bagi yang tidak terbiasa sepertinya sulit sekali, saat dinyalakan radionya berbunyi kresekkkkkk.. heuheu..

Ada hal menarik yang saya lakukan waktu itu dan saya lakukan juga di dalam pekerjaan saya. Saat itu saya ikut serta dalam produksi, perancangan jaringan, maintenance, add new point, expand, upgrade perangkat, menjadi operator, bahkan sempat berencana membangun mini BSC di kamar salah satu sahabat saya almarhum. Namun karena sistemnya masih manual, niat saya saya urungkan. Pemeliharaan jaringan sering saya jalani bersama sahabat saya, di situ saya belajar memakai isolator, di situ juga saya mengenal cara menyadap komunikasi orang. Saat maintenance biasanya dilakukan sehabis hujan lebat, menelusuri jaringan point to point, malakukan troubleshoot di tempat-tempat rawan putus jaringan, terkadang melakukan reroute. Menyenangkan rasanya, karena bisa bertemu anggota lain dan bekerja sama menyelesaikan masalah. Itu pula yang saya lakukan dalam pekerjaan saya, melakukan crossconnect dan troubleshoot point to point, expand, reroute, terkadang saat itu saya harus menyederhanakan kabel yang bergulung ruwet seperti saya harus menyerderhanakan kabel E1 saat jamannya swap E1 atau saat mereduksi E1 untuk alokasi VLAN..

Terkadang kejahilan saya muncul. Ketika ada penambahan kapasitas jaringan, di mana jalur komunikasi dibuat ganda rasanya seru menguping pembicaraan saat jam sibuk. Saat seru-serunya mereka berbicara, saya switch jalur 1 ke jalur 2. Tentu saja apa yang mereka bicarakan tidak akan nyambung. Lama-lama ketahuan juga jalurnya di switch, karena anggota A heran kenapa anggota B bisa nyelonong ke jalur 1? Udah ribut-ribut nyari penyebabnya, saya switch lagi seperti semula. Hehe.. sedikit jahil tidak apa-apa.

Selama 12 tahun masa itu vakum dan kembali saya alami di awal 2009 di tempat saya bekerja. Menelusuri point to point dengan cakupan lebih luas. Namun rasanya masih seperti dulu saat masih menelusuri pematang sawah dan sungai menuju end point. Saya masih berharap bisa berbagi tentang apa yang saya temui saat ini. Semoga masih diberikan panjang usia untuk bisa bertemu kembali sahabat saya, mungkin jika tiba saatnya merupakan reuni akbar karena saya pasti membawa serta anak istri tercinta.